Wednesday, April 20, 2011

Mahkota Pangeran Tresna

Di sebuah desa, hiduplah seorang gadis miskin bernama Jelita. Sejak kecil ia diasuh kakeknya yang buta. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal. Setiap hari Jelita merawat kebun sayurnya yang terletak di tepi sungai jernih.
Suatu hari, selesai bekerja di kebun, Jelita pergi ke sungai mencuci pakaian. Tiba-tiba ia melihat sebuah kotak terbuat dari emas. Kotak itu tersangkut di antara ranting pohon yang tumbuh di tepi sungai.
“Wah, betapa beruntungnya aku!” seru Jelita riang. Ia bermaksud menjual kotak emas itu. Uangnya ingin ia pergunakannya untuk menyembuhkan mata kakeknya yang buta. Jelita bergegas pulang. Ia hendak memberitahu kabar gembira itu kepada kakeknya. Namun, tiba-tiba saja pikirannya berubah.
“Astaga! Aku tidak boleh seenaknya menjual kotak emas ini. Aku harus mengembalikannya kepada si pemiliknya. Mungkin benda di dalam kotak ini sangat berarti bagi pemiliknya. Tetapi siapa, ya pemiliknya?” gumamnya.

Jelita memandangi kotak emas yang terkunci rapat itu. Ia lalu memutuskan untuk meminta bantuan Ki Barep. Ki Barep adalah Kepala Dusun yang terkenal cerdik. Jelita kemudian bergegas menuju rumah Ki Barep di alun-alun desa.
Hari sudah siang. Alun-alun sangat ramai. Di sana baru saja diadakan pesta menyambut kedatangan Pangeran Tresna. Pangeran datang ke desa itu untuk berburu rusa di hutan. Pangeran Tresna sangat gagah dan tampan. Tak heran jika banyak gadis bangsawan kaya yang datang ke alun-alun. Mereka ingin berkenalan dengan Pangeran Tresna.
Ketika baru saja tiba di depan pintu alun-alun desa, Jelita berpapasan dengan Raden Ayu Mangir. Ia putri bangsawan yang terkaya di kabupaten itu. Dahulu, almarhum ayah Jelita pernah bekerja pada keluarga kaya itu sebagai kusir kereta kuda.
“Heh! Mau apa kau kesini?” hadang Mangir kasar.
“Oh, selamat siang, Den Ayu Mangir,” sapa Jelita hormat.

Mangir membalasnya dengan sinis, “Heh! Tak tahu malu! Kau datang ke pesta ini untuk berkenalan dengan Pangeran Tresna, ya? Huh, mana mau ia berkenalan denganmu! Urusi saja kebun sayurmu!”
Sesaat kemudian Mangir melihat kotak emas yang dibawa Jelita. Tiba-tiba timbullah niat jahat di hatinya. Ia ingin memiliki benda itu.
“Aaah, dasar kau pencuri!” teriak Mangir sambil menuding Jelita. Pikir Mangir, semua orang pasti percaya jika ia mengakui kotak emas itu miliknya. Tak akan ada yang percaya pada Jelita yang miskin. “Sudah lama kotak itu hilang. Ternyata kau yang mengambilnya. Ayo cepat kembalikan padaku!” seru Mangir sangat keras, lalu merebut kotak itu dengan kasar.
“Oh, maaf Den Ayu Mangir. Saya tidak mencuri kotak emas itu. Kalau memang benda itu kepunyaan Den Ayu, ambil saja,” kata Jelita polos dan lugu.
Namun, Mangir malah berteriak, “Pencuriii! Tolooong ada pencuri!”

Orang-orang percaya begitu saja pada bualan Mangir. Jelita diseret bagaikan penjahat ke hadapan kepala dusun.
“Sabar, kita tak boleh sembarangan menuduh orang. Nak, ceritakanlah! Darimana kau dapat kotak emas itu?” kata Ki Barep yang duduk di sebelah Pangeran Tresna.

Jelita menjelaskan hal yang sesungguhnya serta maksud kedatangannya ke alun-alun desa itu.
“Mangir, sekarang giliranmu menjawab pertanyaanku,” kata Ki Barep yang cerdik. “Jika benar kotak itu kepunyaanmu, coba perlihatkan kunci kotak itu! Dan sebutkan apa isi kotak itu!”

Mendengar pertanyaan itu, wajah Mangir mendadak pucat. Namun, ia kembali berbohong untuk meyakinkan Pangeran Tresna, Ki Barep, dan semua yang hadir di sekitar alun-alun itu. “Saat ini saya tidak memiliki kunci kotak itu. Sebab perempuan miskin ini telah mencuri kuncinya. Dan mengenai isinya… ah, saya sudah agak lupa. Lagipula, pasti telah berkurang karena dijual Jelita. Ngg… ada selusin cincin emas, gelang-gelang emas… “
“Cukup! Cukup! Kau berbohong Mangir!” potong Pangeran Tresna. “Sebetulnya kotak emas itu milikku,” ungkap Pangeran, lalu mengambil dari sakunya sebuah anak kunci yang juga terbuat dari emas.
Semua yang hadir terperangah melihatnya.
“Sebelum kotak emas itu dibuka, aku akan menjawab pertanyaan Ki Barep yang kedua. Isinya adalah sebuah mahkota emas bertakhta permata hijau.”

Pangeran kemudian memberikan kunci tersebut kepada Ki Barep. Dan dengan mudah Ki Barep berhasil membukanya.
“Pangeran benar! Isinya memang mahkota kerajaan yang terbuat dari emas bertakhta permata hijau,” kata Ki Barep.
“Bagaimana ini bisa terjadi, Pangeran?” tanya Jelita tidak percaya. Dalam hati Jelita kasihan kepada Mangir. Ia tentu akan dihukum berat karena telah berbohong pada Pangeran.
“Jelita, aku kagum pada kejujuranmu. Baiklah, begini ceritanya,” kata Pangeran sambil terus menatap wajah Jelita. Rupanya Pangeran Tresna telah jatuh cinta pada gadis miskin itu.

Permata di mahkota itu agak longgar. Pangeran ingin membawa mahkota itu ke ahli emas di desa itu. Ia membawanya sendiri karena sekalian akan berburu di hutan. Saat melewati tepi sungai yang jernih, Pangeran ingin membasuh mukanya. Ketika akan turun dari kuda yang ditungganginya, tiba-tiba seekor ular kobra besar melintas di dekat kaki kuda. Kuda itu ketakutan dan berlari ke sungai. Akibatnya, semua bekal makanan dan kotak emas yang ada di punggung kuda berjatuhan ke dalam sungai. Hanyut terbawa arus yang deras. Lalu, Jelita-lah yang menemukannya.
Pangeran lalu menyuruh pengawalnya menangkap Mangir. Ia harus dihukum penjara sebab telah memfinah orang.
Jelita yang baik hati lalu dipersunting Pangeran Tresna menjadi permaisurinya. Jelita tak lupa meminta Pangeran agar mengobati mata kakeknya yang buta. Mereka pun hidup bahagia sampai di akhir hayat.

(SELESAI)

No comments:

Post a Comment