Utsman bin Affan, yang mempunyai nama lengkap Utsman ibn Affan ibn Abdil Ash ibn Umayyah,merupakan anak dari pasangan Affan dan Arwa. Utsman lahir pada tahun 576 H di Taif[1]
dan merupakan keturunan keluarga besar Bani Umayyah suku Quraisy. Ia
mendapatkan kehormatan menikahi dua orang putri Rasulullah SAW, yaitu
Ruqayyah dan Ummi Kultsum sehingga diberi julukan Dzu al-Nurain.
Sebelum
memeluk Islam, ia sudah dikenal sebagai seorang pedagang yang kaya
raya. Ia juga mempunyai sifat-sifat mulia lainnya, seperti sederhana,
jujur, cerdas, shaleh dan dermawan. Ketika telah memeluk agama Islam,
pada usia usia 34 tahun bersama Thalhah bin Ubaidilah, selain dikenal
sebagai salah seorang sahabat terdekat nabi, ia juga dikenal sebagai
seorang penulis wahyu. Ia selalu bersama Rasulullah SAW, dan selalu
mengikuti semua peperangan kecuali perang Badar karena Rasulullah SAW
memerintahkan Utsman untuk menunggui istrinya, Ruqoyyah, yang saat itu
sedang sakit keras.
Sebagai
seorang hartawan yang kaya raya, Utsman mempergunakan hartanya demi
kejayaan Islam. Ia tak segan-segan menyumbangkan hartanya untuk biaya
perang, maupun hal-hal lain yang berhubungan dengan penyebaran dan
kehormatan agama Islam.
Menjelang
wafatnya Umar bin Khattab, beliau menunjuk 6 orang sahabatnya untuk
dicalonkan sebagai pengganti. Mereka adalah Utsman bin Affan, Ali bin
Abi Thalib, Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf,
dan Thalhah bin Ubaidillah[2]. Keenam orang tersebut disebut sebagai Ahlul Halli wal Aqdi.
Alasan
Umar menunjuk keenam orang tersebut karena ia merasa tidak sebaik Abu
Bakar dalam menunjuk penggantinya, juga tidak sebaik Rasulullah SAW
untuk membiarkan para sahabat memilih pengganti. Maka diambillah jalan
tengah dengan membentuk tim formatur untuk bermusyawarah menentukan
pengganti dirinya.[3]
Karena kelompok tersebut beranggotakan
6 orang, maka untuk mencegah terjadinya suara yang sama ketika diadakan
voting, dimasukkanlah Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khattab.
Abdullah bin Umar hanya berhak memilih, namun tak berhak untuk dipilih
sebagai khalifah. Dari hasil voting, terpilihlah Utsman bin Affan
sebagai khalifah selanjutnya. Ia dipilih pada bulan Dzulhidzah tahun 23 H
dan dilantik pada awal Muharram 24 H.
Utsman
bin Affan Menjabat sebagai khalifah semenjak 23-35 H atau 644-656
Masehi. Ia merupakan khalifah yang memerintah terlama, yaitu 12 tahun.
Dari segi politik, pada masa pemerintahannya ia banyak melakukan
perluasan daerah islam dan merupakan khalifah yang paling banyak
melakukan perluasan. Hal ini sebanding dengan lamanya ia menjabat
sebagai khalifah. Pada masanya, Islam telah berkembang pada seluruh
daerah Persia, Tebristan, Azerbizan dan Armenia. Pesatnya perkembangan
wilayah Islam didasarkan karena tingginya semangat dakwah menyebarkan
agama Islam. Selain itu, sikap para pendakwah Islam yang santun dan adil
membuat Islam mudah untuk diterima para penduduk wilayah-wilayah
tersebut.
Selain
banyak melakukan perluasan daerah, dari segi politik, Utsman adalah
khalifah pertama yang membangun angkatan laut. Alasan pembuatan angkatan
laut tersebut masih berhubungan dengan keinginan untuk memperluas
daerah Islam. Karena untuk mencapai daerah-daerah yang akan ditaklukkan
harus melalui perairan, Utsman berinisiatif untuk membentuk angkatan
laut. Selain itu, pada saat itu banyak terjadi serangan-serangan dari
laut. Hal ini semakin memperkuat alasan Utsman untuk membentuk angkatan
laut.
Dari
segi ekonomi, yaitu tentang pelaksanaan baitul maal, Ustman hanya
melanjutkan pelaksanaan yang telah dilakukan pada masa sebelumnya, yaitu
Abu Bakar dan Umar. Namun, pada masa Utsman, Ia dianggap telah
melakukan korupsi karena terlalu banyak mengambil uang dari baitul maal
untuk diberikan kepada kerabat-kerabatnya. Padahal, tujuan dari
pemberian uang tersebut karena Utsman ingin menjaga tali silaturahim.
Selain itu, disamping dari segi baitul maal, Utsman juga meningkatkan
pertanian. Ia memerintahkan untuk menggunakan lahan-lahan yang tak
terpakai sebagai lahan pertanian.
Dari
segi pajak, Utsman, sama seperti dari segi baitul maal, melanjutkan
perpajakan yang telah ada pada masa Umar. Namun sayangnya, pada masa
Utsman pemberlakuan pajak tidak berjalan baik sebagaimana ketika masa
Umar. Pada masa Utsman, demi memperlancar ekonomi dalam hal perdagangan,
ia banyak melakukan perbaikan fasilitas, seperti perbaikan jalan-jalan
dan sebagainya.
Dari
dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik.
Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan
perluasan wilayah Islam[4].
Dengan adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang
mendatangi wilayah tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam.
Selain itu, adanya pertukaran pemikiran antara penduduk asli dengan para
sahabat juga menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Dari
segi sosial budaya, Utsman juga membangun mahkamah peradilan. Hal ini
merupakan sebuah terobosan, karena sebelumnya peradilan dilakukan di
mesjid. Utsman juga melakukan penyeragaman bacaan Al Qur’an juga
perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi.
Penyeragaman
bacaan dilakukan karena pada masa Rasulullah Saw, Beliau memberikan
kelonggaran kepada kabilah-kabilah Arab untuk membaca dan menghafalkan
Al Qur’an menurut lahjah (dialek) masing-masing.
Seiring bertambahnya wilayah Islam, dan banyaknya bangsa-bangsa yang
memeluk agama Islam, pembacaan pun menjadi semakin bervariasi[5].Akhirnya sahabat Huzaifah bin Yaman mengusulkan kepada Utsman untuk menyeragamkan bacaan. Utsman
pun lalu membentuk panitia yang diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk
menyalin mushaf yang disimpan oleh Hafsah dan menyeragamkan bacaan
Qur’an. Perluasan Mesjid Haram dan Mesjid Nabawi sendiri dilakukan
karena semakin bertambah banyaknya umat muslim yang melaksanakan haji
setiap tahunnya.
Para
pencatat sejarah membagi masa pemerintahan Utsman menjadi dua periode,
enam tahun pertama merupakan masa pemerintahan yang baik dan enam tahun
terakhir adalah merupakan masa pemerintahan yang buruk[6].
Pada akhir pemerintahan Utsman, terjadi banyak konflik, seperti tuduhan
nepotisme dan tuduhan pemborosan uang Negara. Tuduhan pemborosan uang
Negara karena Utsman dianggap terlalu boros mengambil uang baitul maal
untuk diberikan kepada kerabatnya, dan tuduhan nepotisme karena Utsman
dianggap mengangkat pejabat-pejabat yang merupakan kerabatnya. Padahal,
tuduhan ini terbukti tidak benar karena tidak semuanya pejabat yang
diangkat merupakan kerabatnya. Selain itu, meski kerabatnya sendiri,
jika pejabat tersebut melakukan kesalahan, maka Utsman tidak segan-segan
untuk menghukum dan memecatnya.
Sayangnya,
tuduhan nepotisme itu terlalu kuat. Sehingga banyak yang beranggapan
bahwa Utsman melakukan nepotisme. Hal ini diperkuat dengan adanya
golongan Syiah, yaitu golongan yang sangat fanatik terhadap Ali dan
berharap Ali yang menjadi khalifah, bukan Utsman. Fitnah yang terus
melanda Utsman inilah yang memicu kekacauan dan akhirnya menyebabkan
Utsman terbunuh di rumahnya setelah dimasuki oleh sekelompok orang yang
berdemonstrasi di depan rumahnya. Setelah meninggalnya Utsman, Ali lalu
ditunjuk menjadi penggantinya untuk mencegah kekacauan yang lebih
lanjut.
[1]M Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007, hal.89.
[2] Drs H. Fatah, Sejarah Peradaban Islam, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 209, hal.54.
[3]M Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta : Pustaka Book Publisher, 2007, hal.88.
[4] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi, 2009, hal.59.
[5] Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi, 2009, hal.58.
[6]M.A. Shaban, Islamic History, a New Interpretation, London: Cambridge University Press, 1971.
sumber/source:
0 comments: