Tuesday, June 22, 2010

Persiapan Kemerdekaan Indonesia

A. Proses Berakhirnya Kekuasaan Jepang di Indonesia

Menjelang tahun 1945, posisi Jepang dalam Perang Pasifik mulai terjepit. Jenderal Mac. Arthur, Panglima Komando Pertahanan Pasifik Barat Daya yang terpukul di Filipina mulai melancarkan pukulan balasan dengan siasat “loncat kataknya”. Satu per satu pulau-pulau antara Australia dan Jepang dapat direbut kembali. Pada bulan April 1944 Sekutu telah mendarat di Irian Barat. Kedudukan Jepang pun semakin terjepit. Keadaan makin mendesak ketika pada bulan Juli 1944 Pulau Saipan pada gugusan Kepulauan Mariana jatuh ke tangan Sekutu. Bagi Sekutu pulau tersebut sangat penting karena jarak Saipan - Tokyo dapat dicapai oleh pesawat pengebom B 29 USA. Hal itu menyebabkan kegoncangan dalam masyarakat Jepang. Situasi Jepang pun semakin buruk. Akibat faktor-faktor yang tidak menguntungkan tersebut, menyebabkan jatuhnya Kabinet Tojo pada tanggal 17 Juli 1944 dan digantikan oleh Jenderal Kuniaki Koiso. Agar rakyat Indonesia bersedia membantu Jepang dalam Perang Pasifik, maka pada tanggal 7 September 1944 Perdana Menteri Koiso mengumumkan janji pemberian kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari. Janji ini dikenal sebagai janji kemerdekaan Indonesia.
Sebagai realisasi dari janji kemerdekaan yang diucapkan oleh Koiso, maka pemerintah pendudukan Jepang di bawah pimpinan Letnan Jenderal Kumakici Harada pada tanggal 1 Maret 1945 mengumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Coosakai). Tugas BPUPKI adalah untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang penting yang berhubungan dengan berbagai hal yang menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. BPUPKI memiliki anggota sebanyak 67 orang bangsa Indonesia ditambah 7 orang dari golongan Jepang. BPUPKI diketuai oleh dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat dan dibantu oleh dua orang ketua muda yaitu R.P. Suroso dan Ichibangse dari Jepang. Anggota BPUPKI dilantik pada tanggal 28 Mei 1945 di gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon Jakarta (sekarang gedung Departemen Luar Negeri). Selama masa berdirinya, BPUPKI mengadakan sidang sebanyak dua kali. Sidang pertama berlangsung antara 29 Mei - 1 Juni 1945 membahas rumusan dasar negara.
Sidang kedua berlangsung tanggal 10 - 16 Juli 1945 membahas batang tubuh UUD negara Indonesia merdeka.

Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945 dan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI atau Dokuritsu Junbi Inkai). PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno. Sementara itu, keadaan Jepang semakin terjepit setelah dua kota di Jepang dibom atom oleh Sekutu. Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom yang dijuluki little boy dijatuhkan di kota Hiroshima dan menewaskan 129.558 orang. Kemudian pada tanggal 9 Agustus 1945 kota Nagasaki dibom atom oleh Sekutu. Akibat kedua kota tersebut dibom, Jepang menjadi tidak berdaya sehingga pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.

B. Arti Penting Sidang-Sidang BPUPKI dan PPKI bagi Persiapan Kemerdekaan dan Pembentukan Negara Indonesia

Setelah Kabinet Tojo jatuh pada tanggal 17 Juli 1944, kemudian diangkat Jenderal Kuniaki Koiso sebagai perdana menteri yang memimpin kabinet baru (Kabinet Koiso). Salah satu langkah yang diambil Koiso dalam rangka untuk mempertahankan pengaruh Jepang di daerah-daerah yang didudukinya adalah mengeluarkan pernyataan tentang “janji kemerdekaan di kemudian hari”. Indonesia sebagai daerah pendudukan kemudian diberi janji kemerdekaan di kelak kemudian hari pada tanggal 7 September 1945. Pada tahun 1944 itu pula, dengan jatuhnya Pulau Saipan, maka seluruh garis pertahanan angkatan perang Jepang di Pasifik mulai runtuh. Ini berarti kekalahan Jepang sudah di ambang pintu. Di wilayah Indonesia angkatan perang Jepang juga sudah mulai kewalahan menghadapi serangan-serangan Sekutu atas kota-kota seperti Ambon, Makassar, Manado, Tarakan, Balikpapan, dan Surabaya.

Menghadapi situasi yang sangat kritis itu, Jepang mencoba merealisasikan janjinya. Atas usul Letjen Kumakici Harada, Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI/Dokuritsu Junbi Coosakai) Upacara peresmian anggota BPUPKI dilakukan di gedung Cuo Sangi In, Jalan Pejambon Jakarta (sekarang gedung Departemen Luar Negeri). Ikut hadir dalam upacara peresmian tersebut adalah Jenderal Itagaki dan Letnan Jenderal Nagano. Selama masa tugasnya, BPUPKI mengadakan sidang dua kali yaitu sidang pertama tanggal 29 Mei - 1 Juli 1945 dan sidang kedua tanggal 10 - 16 Juli 1945. Pada sidang pertama BPUPKI pada tanggal 29 Mei - 1 Juni 1945, ternyata ada tiga pembicara yang mencoba secara khusus membicarakan mengenai dasar negara. Ketiga pembicara tersebut adalah Mr. Mohammad Yamin, Prof. Dr. Mr. Supomo, dan Ir. Soekarno. Lihat tabel 10.1.


Tabel 10.1 Rumusan Dasar Negara oleh Para Tokoh

Rumusan Dasar Negara oleh Para Tokoh


Pada sidang tersebut, Ir. Soekarno juga menyampaikan nama bagi dasar negara Indonesia yaitu Pancasila, Trisila, atau Ekasila. Ir. Soekarno memberinya nama Pancasila yang artinya lima dasar. Oleh karena itu setiap tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila. Setelah sidang resmi pertama, ada masa reses hingga tanggal 10 Juli 1945. Pada masa reses itu, diselenggarakan sidang tidak resmi yang membahas rancangan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang dihadiri oleh 38 anggota BPUPKI. Selanjutnya dibentuk panitia kecil yang beranggotakan Sembilan orang, sehingga dikenal dengan nama Panitia sembilan. Anggota Panitia sembilan yaitu:
1. Ir. Soekarno,
2. Drs. Mohammad Hatta,
3. Mr. Mohammad Yamin,
4. Mr. Ahmad Subardjo,
5. Mr. A. A. Maramis,
6. Abdul Kadir Muzakir,
7. Wachid Hasyim,
8. H. Agus Salim, dan
9. Abikusno Tjokrosujoso.

Panitia Sembilan diketuai oleh Ir. Soekarno dan bertugas menampung saran-saran, usul-usul, dan konsepsi-konsepsi para anggota. Berikut ini hasil kerja Panitia Sembilan. Lihat tabel 10.2.


Tabel 10.2 Hasil Kerja Panitia Sembilan

Hasil Kerja Panitia Sembilan


Pada sidang BPUPKI II tanggal 10 - 16 Juli 1945, dibahas tentang rancangan undang-undang dasar (UUD) yang diserahkan kepada sebuah panitia. Panitia ini bernama Panitia Perancang UUD yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Panitia ini menyetujui Piagam Jakarta sebagai inti pembukaan UUD. Selain itu juga dibentuk panitia kecil Perancang UUD 1945 yang diketuai oleh Supomo. Anggota Panitia kecil adalah Wongsonegoro, Ahmad Subarjo, A.A. Maramis, R.B. Singgih, Sukiman, dan Agus Salim. Berikut ini hasil kerja panitia kecil yang dilaporkan tanggal 14 Juli 1945.

a. Pernyataan Indonesia Merdeka.
b. Pembukaan Undang-Undang Dasar (Preambul).
c. Undang-Undang Dasar (Batang Tubuh).

Setelah tugas BPUPKI dipandang selesai, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya pada tanggal 7 Agustus 1945 dibentuk Dokuritsu Junbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Anggota PPKI berjumlah 21 orang Indonesia yang mewakili berbagai daerah di Indonesia, dan ditambah 6 orang lagi tanpa sepengetahuan Jepang. PPKI diketuai oleh Ir. Soekarno dan wakilnya Drs. Moh. Hatta. Sedang sebagai penasihatnya adalah Mr. Ahmad Subarjo. Tugas PPKI adalah mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan bagi pendirian negara dan pemerintahan RI. Para anggota PPKI diizinkan melakukan kegiatan menurut pendapat dan kesanggupan bangsa Indonesia sendiri, tetapi dengan syarat harus memerhatikan hal-hal berikut ini.

1. Menyelesaikan perang yang sekarang sedang dihadapinya. Oleh karena itu bangsa Indonesia harus mengerahkan tenaga yang sebesar-besarnya dan bersama-sama dengan pemerintah Jepang meneruskan perjuangan untuk memperoleh kemenangan dalam Perang Asia Timur Raya.
2. Negara Indonesia itu merupakan anggota Lingkungan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya.

Pada tanggal 9 Agustus 1945. Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan dr. Radjiman Wediodiningrat dipanggil oleh Jenderal Terauchi ke Dalath (Vietnam Selatan). Pada pertemuan tersebut, Jenderal Besar Terauchi menyampaikan bahwa pemerintah kemaharajaan Jepang telah memutuskan untuk memberi kemerdekaan kepada bangsa Indonesia. Untuk melaksanakannya telah dibentuk PPKI. Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapan selesai. Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda. Selama masa tugasnya, PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, 19 Agustus 1945, dan tanggal 22 Agustus 1945. Lihat tabel 10.3.


Tabel 10.3 Hasil-Hasil Sidang PPKI

Hasil-Hasil Sidang PPKI


PPKI telah selesai melaksanakan tugasnya pada tanggal 22 Agustus 1945, namun baru dibubarkan pada tanggal 29 Agustus 1945 bersamaan dengan pelantikan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).

C. Perbedaan dan Kesepakatan yang Muncul dalam Sidang-Sidang BPUPKI dan PPKI

Telah dibahas di depan, BPUPKI telah mengadakan sidang dua kali dan menghasilkan keputusan yang penting bagi negara Indonesia. Namun, jangan dibayangkan kalau dalam setiap sidang-sidang BPUPKI tidak terdapat perbedaan pendapat. Dalam setiap persidangan BPUPKI selalu muncul beberapa perbedaan pendapat mengenai rumusan dasar negara, mukadimah, dan batang tubuh undang-undang dasar (UUD). Dalam sidang BPUPKI I terdapat dua golongan yang berbeda pendapat. Berikut ini kedua golongan tersebut.
1. Golongan Islam yang menginginkan Indonesia ditegakkan menurut syariat Islam.
2. Golongan Nasionalis yang menginginkan Indonesia ditegakkan berdasarkan paham kebangsaan.

Dalam sidang BPUPKI II muncul perbedaan pendapat mengenai bentuk negara. Mereka memperdebatkan bentuk negara kerajaan (monarki), negara Islam, negara federal, dan negara republik. Akhirnya dipilihlah bentuk negara republik. Pada sidang PPKI juga muncul beberapa perbedaan pendapat mengenai wilayah negara, pemilihan presiden dan wakil presiden, rumusan dasar negara, kementerian, serta pembagian daerah. Dalam sidang PPKI, perdebatan antara golongan nasionalis dan golongan sekuler muncul kembali. Perbedaan tersebut terutama mengenai sila pertama dalam rumusan dasar negara.

Golongan Islam menginginkan tetap seperti pada Piagam Jakarta yang berbunyi, “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya”. Setelah melalui perdebatan dan demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, akhirnya semua golongan menerima sila pertama berbunyi “Ketuhanan yang Maha Esa”. Penetapan ini memberikan keleluasaan bagi perbedaan agama dan kepercayaan yang dianutnya.

Sumber:

Ditulis oleh : khairul anas ~ All- Round About Knowledge
Anas InsideSobat sedang membaca artikel tentang Persiapan Kemerdekaan Indonesia. Oleh Admin, Sobat diperbolehkan mengcopy paste atau menyebar-luaskan artikel ini, namun jangan lupa untuk meletakkan link dibawah ini sebagai sumbernya

0 comments:

Leave a Reply