Membaca atau mendengarkan dongeng, tentu sering kamu lakukan? Dongeng merupakan salah satu jenis karya sastra lama yang disebarluaskan dari mulut ke mulut. Beberapa jenis dongeng, antara lain:
- Fabel, yaitu dongeng berisi cerita dengan tokoh binatang yang berperilaku seperti mmanusia, misalnya Kancil dan Siput, Katak Hendak Jadi Lembu, dan sebagainya.
- Legenda, yaitu cerita tentang asal mula terjadinya suatu tempat, misalnya Rawapening, Banyuwangi, Batu Belah Batu Betangkup, dan sebagainya.
- Mite, yaitu cerita tentang makhluk halus atau dewa-dewa dan erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat, misalnya Nyai Rara Kidul.
- Sage, yaitu cerita tentang kepahlawanan, misalnya Ramayana, Hang Tuah, dan sebagainya.
Di daerahmu tentu juga banyak dongeng yang berkembang. Dapatkah kamu menyebutkan beberapa di antaranya? Kali ini, kamu akan berlatih menuliskan kembali dongeng yang kamu baca. Beberapa langkah yang dapat dilakukan, antara lain:
- memahami alur cerita;
- menuliskan pokok-pokok cerita;
- mengembangkan pokok-pokok cerita menjadi dongeng.
Grendi dan Pohon Pir yang Baik Hadi Pranoto Dahulu kala, ada seorang anak lelaki kecil yang suka bermain di bawah pohon pir besar. Anak itu bernama Grendi. Hampir setiap hari, ia memanjat pohon pir dan naik sampai ke ujung batangnya. Lalu memakan buahnya dan tidur-tiduran di bawah pohon pir yang rindang. Grendi sangat sayang pada pohon pir itu. Demikian pula pohon pir, juga sangat sayang pada Grendi. Waktu terus berlalu. Grendi kini semakin besar. Ia tidak lagi bermain dengan pihon pir sahabatnya. Pohon pir itu sangat sedih. Namun, dengan setia pohon itu terus menunggu kedatangan Grendi. Sampai suatu hari, dengan wajah sedih dan murung Grendi mendatangi pohon pir itu lagi. "Jangan sedih. Ayo bermain bersamaku," pinta pohon pir. "Aku bukan anak kecil lagi. Sudah tidak pantas lagi memanjat pohon," jawab Grendi. "Aku ingin membeli mainan seperti punya teman-temanku, tapi aku tak punya uang untuk membelinya," pohon pir ikut merasa sedih. "Aku pun tak punya uang untuk membantumu. Tetapi kau boleh memetik semua buah pirku dan menjualnya ke pasar. Kau bisa membeli mainan dengan uang itu," kata pohon pir. Grendi sangat senang mendengarkannya. Ia segera memanjat pohon pir dan mulai memetiki buah-buahnya. Buah-buah pir itu dijualnya dan uangnya ia belikan mainan. Akan tetapi, setelah memiliki mainan, Grendi pun asyik bermain dengan teman-temannya. Ia kembali lupa mengunjungi pohon pir sahabatnya. Pohon pir itu kembali merasa sedih dan kesepian. Setelah bertahun-tahun, Grendi mulai dewasa. Ia kembali mengunjungi pohon pir. Pohon pir itu sangat gembira saat melihat Grendi datang."Ayo bermain-main kembali bersamaku," kata pohon pir itu. "Aku tak punya waktu" jawab Grendi. "Aku harus mengurus dan menghidupi keluargaku. Kami butuh rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" tanya Grendi memohon. "Oh…, sayang sekali aku pun tak punya rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan ranting-rantingku untuk membuat rumah untuk keluargamu," jawab pohon pir. Dengan gembira Grendi menebang semua dahan dan ranting pohon itu sampai pohon itu kelihatan gundul. Meskipun begitu, pohon pir itu sangat senang karena bisa membantu Grendi. Setelah itu, Grendi tidak pernah lagi mengunjungi pohon pir. Pohon pir itu kembali sedih dan kesepian. Pada suatu musim panas, kembali Grendi mendatangi pohon pir. Pohon pir dengan sukacita menyambut kedatangan Grendi. "Ayo bermain bersamaku," pintanya. "Aku sedih. Aku sudah tua. Aku ingin hidup tenang dan menikmati hidup," jawab Grendi dengan lesu. "Lalu…? Apa ada yang bisa aku bantu?" tanya pohon pir itu. "Aku ingin bisa berlibur dan berlayar ke tempat lain. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk berlayar?" tanya Grendi. "Aduh …Maaf. Aku tak punya kapal untuk kuberikan padamu. Tapi kau boleh memotong tubuhku dan memakainya untuk membuat kapal yang kau inginkan," jawab pohon pir. "Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah," sambungnya lagi. Grendi kemudian menebang batang pohon pir itu dan membuat kapal. Ia segera pergi berlayar ke tempat yang diinginkannya dan tidak pernah mengunjungi pohon pir itu lagi. Akhirnya setelah bertahun-tahun, Grendi kembali mengunjungi pohon pir. "Maaf Anakku," kata pohon pir. "Aku sudah tidak punya apa-apa lagi untuk diberikan padamu." "Tidak apa-apa. Aku pun sudah tidak punya gigi untuk menggigit buahmu," jawab Grendi. "Aku juga sudah tidak punya batang dan dahan lagi untuk kau panjat," kata pohon pir. "Aku pun sudah terlalu lemah untuk memanjat pohon," jawab Grendi."Aku benar-benar sudah tidak punya apa-apa lagi sekarang. Yang tersisa hanya tinggal akar-akarku yang sudah tua dan sekarat," kata pohon pir itu sambil meneteskan air mata. "Aku pun sudah tidak memerlukan apa-apa lagi dalam hidupku. Aku hanya memerlukan tempat beristirahat di masa tuaku. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu," jawab Grendi. "Oohh…, bagus sekali. Tahukah Anakku, akar-akar pohon yang tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang." Grendi pun beristirahat dan merebahkan tubuhnya di akar-akar pohon pir tua itu. Pohon pir itu sangat senang sekali dan tersenyum sambil tiada hentinya menitikkan air mata. Pohon itu bagaikan orang tuanya yang bersedia memberikan apa pun yang mereka miliki untuk kebahagiaan anak-anaknya. Sumber: Bobo, 17 Juni 2004 |
Jika kamu cermati, dongeng tersebut memiliki amanat tentang suatu pengorbanan yang sangat mulia untuk suatu hal yang bermanfaat. Adapun pokok-pokok isi dongeng tersebut dapat kamu perhatikan dalam tabel berikut.
Latihan 5.4
Bacalah dongeng berikut dengan saksama! Setelah itu, jawablah pertanyaanpertanyaan Di bawah pohon flamboyan yang sedang berbunga, berteduh seekor kurakura. Ia tampak sedih. Air matanya menetes membasahi pipinya yang mungil dan putih. Ia tak sanggup mengusap air matanya karena keempat kakinya yang pendek tak kuasa menyentuh kepalanya. "Aku tidak iri lagi pada Furi, tapi aku tetap sedih karena kehilangan teman secantik Furi. Aku harap ia baik-baik saja," kata Rara lirih. Rara dan Pilon sama-sama terdiam. Lama sekali, sambil memandangi Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan jelas!
|
Situs Bahasa
Menggunakan Kata Acuan, Kata Sapaan, dan Kata Gelar Perhatikan kalimat berikut!
- Apakah Ibu pernah berkunjung ke negeri seribu bumbu?
- Titipan Bu Sadino akan segera saya berikan pada Ibu hari ini.
- Di pesta pernikahan Dimas dan Laras, hadir seorang ibu yang sangat misterius.
Ketiga kalimat di atas menggunakan kata kekerabatan, yaitu Ibu. Pada kalimat (1) kata ibu ditulis dengan huruf kapital, pada bagian awal karena sebagai kata sapaan. Pada kalimat (2) kata tersebut merupakan kata acuan, yakni kata yang digunakan untuk menyebut orang ketiga dan penulisannya diawali dengan huruf kapital. Adapun pada kalimat (3) kata tersebut ditulis dengan huruf kecil karena murni sebagai kata kekerabatan. Kata tersebut jika diikuti dengan nama diri, maka ditulis dengan huruf kapital. Misalnya Bapak Widodo, Paman Karta, dan sebagainya Kata gelar biasanya digunakan untuk profesi maupun nama yang diikuti oleh gelar baik pendidikan maupun jabatan. Apabila diikuti oleh nama, maka penulisannya diawali dengan huruf kapital. Perhatikan contoh berikut!
- Anak penjual bakso itu berhasil menjadi insinyur.
- Kepada Bapak Camat, kami persilakan.
- Anak-anak berangkat didampingi Bapak Kepala Sekolah.
- Penelitian itu dipimpin oleh Profesor Khairani.
0 comments: